Minggu, 29 November 2009

Image Asal Usul Sultan Ageng Tirtayasa ...... Apabila kita pergi bertamasya ke sebuah tempat, 10 Km di sebelah utara kota Serang, yaitu tempat yang dalam masa-masa sejarahnya terkenal dengan nama Banten, maka akan tampaklah di sana-sini puing-puing bekas keraton, benteng-benteng, toko-toko, meriam-meriam kuno, jembatan rante dan sebagainya. Malahan di antara bangunan-bangunan lama itu ada pula yang masih tegak berdiri, karena sudah mengalami beberapa perbaikan, yaitu Mesjid Agung dan menaranya yang menjadi ciri khas bagi Banten Lama. Di serambi kiri dan kanan Mesjid Agung itu terlihat barisan makam beberapa Sultan dengan maesan-maesannya yang berukiran indah-indah.

Puing-puing serta bangunan-bangunan yang masih tegak berdiri ditambah dengan lingkungan alam sekitarnya mau tidak mau akan merangsang semangat dan pikiran kita yang menjalin kenang-kenangan Banten di masa lampau. Masa Banten mengalami sejarah kebesarannya, masa Banten menghirup udara kemakmuran dan kesejahteraan, masa Banten mengalami kejayaan dan kegemilangan, masa Banten mengalami kedaulatan serta kemerdekaan penuh. Tiada juga terlepas pikiran dan perasaan serta penghargaan kita kepada beberapa tokoh dan pengemudi masyarakat di kala itu yang kini bersemayam di alam baka sebagai tersaksikan pada makam-makam yang terukir indah-indah di samping kiri dan kanan mesjid itu.

Teringatlah akan jasa-jasa serta kepahlawanan Sunan Gunung Jati, peletak Islam pertama di Banten; Maulana Hasanuddin, penerus dan pengembang Islam di zaman perjoangan ayahnya sendiri di Banten; Maulana Yusuf adalah tenaga pendobrak kerajaan Pajajaran serta pendiri bangunan, peletak dasar pertanian di sawah-sawah; Maulana Muhammad atau Pangeran Seda ing Palembang yang melanjutkan usaha peluasan Islam ke Palembang dan sekitarnya; Sultan Abulmafakhir Mahmud Abdulkadir adalah Sultan yang arif bijaksana dan senantiasa memelihara kesejahteraan rakyat, pertanian dan pembangunan, lagi pula penentang usaha penjajahan serta monopoli perdagangan bangsa asing. Tetapi yang amat mengesankan di hati rakyat Banten sendiri dan di hati bangsa Indonesia ialah Sultan Ageng Tirtayasa. Amat mengesankan karena menginggalkan jasa yang luar biasa besarnya bagi rakyat Banten khususnya dan bagi bangsa Indonesia pada umumnya. Tak dapat disangkal apabila misalnya dalam sejarah ia tercatat dengan tinta emas sebagai pahlawan besar, sebagai patriot sejati yang dengan gigih mempertahankan kemerdekaan Banten dari kolonialisme Kompeni Belanda di abad ke-17M. Justeru dengan perlawanannya yang senantiasa gigih dan berani terhadap Kompeni Belanda itulah ia dicap sebagai musuh bebuyutan atau musuh turun temurun Kompeni Belanda. Di lapangan pertanian, pelayaran, pembangunan, pengairan, agama, dan kebudayaan dan terutama sekali di bidang kemerdekaan Banten, Sultan Ageng Tirtayasa tidak mudah dilupakan orang. Karena hal-hal itulah maka jiwa dan semangat Sultan Ageng Tirtayasa akan tetap dikenang umum. Keturunan siapakah tokoh pahlawan besar ini ?

Tokoh sejarah kenamaan itu ialah salah seorang di antara putera-putera Sultan Abdulma’ali Ahmad dari perkawinannya dengan Ratu Martakusuma. Sultan Abdulma’ali Ahmad sendiri ialah putera Sultan Abulmafakhir Mahmud Abdulkadir, seorang Sultan yang memerintah Banten antara 1596 M. – 1651 M. Jadi ia adalah kakek Sultan Ageng Tirtayasa. Sultan Abulmafakhir Mahmud Abdulkadir itu karena kebijaksanaannya dalam pemerintahan, dan tambahan pula seringkali menentang Kompeni Belanda, maka ia pun mendapat julukan Sultan Agung. Menurut ceritera-ceritera sejarah, ibu Sultan Ageng Tirtayasa yang kenamaan itu, adalah Ratu Martakusuma salah seorang puteri Pangeran Jakarta. Saudara-saudara Pangeran Surya yang seibu dan seayah antara lain ialah Ratu Kulon, Pangeran Kilen, Pangeran Lor dan Pangeran Raja. Sedang saudara-saudaranya yang hanya seayah saja ialah Pangeran Wetan, Pangeran Kidul, Ratu Inten dan Ratu Tinumpuk.

Setelah Pangeran Surya itu diangkat oleh kakeknya sebagai Sultan muda pengganti ayahnya yang wafat, maka ia diberi julukan Pangeran Ratu atau Pangeran Dipati. Ketika baik ayahnya maupun kakeknya sendiri wafat, Pangeran Ratu diangkat menjadi Sultan pengganti kakeknya yang bernama Sultan Abulmafakhir Mahmud Abdulkadir. Sejak ia memegang tampuk pemerintahan serta sudah mendapat restu dari Mekah, ia mendapat gelar Sultan Abdulfattah. Di antara istri-istrinya yang disebut-sebut pada cerita-sejarah Banten ialah Nyai Ayu Gede dan Ratu Nengah. Nyai Ratu Gede ialah salah seorang putri ponggawa yang karena amat cantiknya dapat menarik perhatian Sultan Abulfath Abdulfattah. Sultan jatuh cinta padanya pada waktu ada perayaan di mana gadis itu merupakan salah seorang di antara pembawa alat perhiasan kerajaan dalam upacara. Sedang istrinya yang bernama Ratu Nengah ialah putri Pangeran Kusunyata.

Perkawinan dengan istri kedua tersebut dilakukan setelah istrinya yang pertama, yang pada sejarah Banten tak disebut namanya, meninggal dunia. Di antara putera-putera Sultan Abulfath Abdulfattah yang mencapai usia dewasa ialah Pangeran Purbaya dan Pangeran Gusti yang juga terkenal kelak dengan julukan Sultan Haji.

Sejak Sultan Abulfath Abdulfattah bertentangan dengan puteranya yang bernama Sultan Haji itu atau Abunaser Abdulkahar, lagi pula telah mengundurkan diri dari pemerintahan sehari-hari, maka ia pergi ke Tirtayasa dan mendirikan keraton yang baru di tempat itu. Sejak bersemayam di tempat ini ia dikenal dengan julukan Sultan Ageng Tirtayasa. Julukan inilah yang paling dikenal hingga kini di kalangan masyarakat Banten dan demikian pula di kalangan bangsa asing sebagaimana ternyata dari catatan-catatan sejarahnya. Sultan Ageng Tirtayasalah yang dalam catatan-catatan bangsa Eropa, khususnya Belanda terkenal sebagai musuh besar Kompeni Belanda.

Download

BUMIJAYA_NET